Tata cara Penagihan Pajak



1.                   Surat Teguran
Adalah surat yang diterbitkan untuk menegur atau memperingatkan Wajib Pajak agar melunasi utang pajaknya. Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, tidak dilunasi sampai melewati tujuh hari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak tanggal diterbitkannya).Surat Teguran tidak diterbitkan kepada Penanggung Pajak yang telah disetujui untuk mengangsur tau menunda pembayaran pajaknya. Surat Teguran bersifat persuasif dan memiliki kekuatan hukum lemah.
2.       Penagihan Seketika dan Sekaligus
Adalah pengihan yang dilakukan segera tanpa menunggu jatuh tempo pembayaran. Penagihan sekaligus meliputi seluruh utang pajak dari semua jenis pajak dan tahun pajak. Juru Sita Pajak melaksanakan penegihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila:
1.      Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya untuk berniat untuk itu,
2.      Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia,
3.      Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan Badan Usahanya atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya,
4.      Badan Usaha akan dibubarkan oleh negara, atau
5.      Terjadinya penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat:
1.      Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak,
2.      Besarnya utang pajak,
3.      Perintah untuk membayar, dan
4.      Saat pelunasan pajak.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan oleh Pejabat:
1.      Sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran,
2.      Tanpa didahului Surat Teguran,
3.      Sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran diterbitkan, atau
4.      Sebelum penerbitan Surat Paksa.

3.                  Surat Paksa
Surat paksa berkepala kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Surat Paksa sekurang-kurangnnya harus memuat:
1.      Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak,
2.      Dasar penagihan,
3.      Besarnya utang pajak, dan
4.      Perintah untuk membayar.
Surat paksa diterbitkan apabila:
1.      Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan, atau surat lain yang sejenis.
2.      Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, atau
3.      Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Pemberitahuan Surat Paksa
Surat Paksa diberitahukan oleh Juru Sita Pajak dengan pernyataan dan penyerahan salinan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak. Pemberitahuan ini dituangkan dalam berita Acara yang sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal pemberitahuan Surat Paksa, nama Juru Sita Pajak, nama yang menerima, dan tempat pemberitahuan Surat Pajak.
Surat Paksa Terhadap Orang Pribadi diberitahukan oleh Juru Sita Pajak Kepada:
1.      Penanggung Pajak di tempat tinggal,tempat usaha atau di tempat lain yang memungkinkan,
2.      Orang Dewasa yang bertempat tinggal bersama atau pun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat di jumpai,
3.      Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila wajib pajak telah  meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi, atau
4.      Para ahli waris,apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi.
Surat Paksa terhadap Badan diberitahukan oleh Juru Sita Pajak kepada:
1.      Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan, atau
2.      Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat  usaha Badan yang bersangkutan apabila Juru Sita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud dala nomor 1.
            Dalam hal Wajib Pajak dinyatakan pailit, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator, Hakim Pengawas atau Balai Harta Peninggalan, dan dalam hal wajib pajak dinyatakan bubar atau dalam liuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan atau likuidator. Jika tidak dapat dilaksanakan , Surat Paksa disampaikan melalui pemerinntah daerah setempat.
            Dalam hal Wajib pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakan, Surat Paksa dapat diberitahukan kepada penerima kuasa dimaksud. Jika tida dapat dilaksanakan, Surat Paksa disampaikan melalui pemerintah daerah setempat.
            Dalam hal Wajib pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha atau tempat kedudukannya, penyampaian Surat Paksa dilakukan dengan cara menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman kantor pajak yang menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan kepala Daerah.
1.      Dalam hal Surat Paksa harus dilaksanakan diluar wilayah kerja Pejabat, Pejabat dimaksud meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya melalui tempat pelaksanaan Surat Paksa, kecuali ditetapkan lain dengan keputusan Menteri Keuangan.
2.      Pejabat yang diminta bantuan sebagaimana dalam nomor 1 wajib membantu dan memberitahukan tindakan yang telah dilaksanakanya kepada pejabaat yang meminta bantuan.
3.      Dalam hal Penanggung Pajak atau  pihak-pihak yang dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 12 menolak untuk menerima Surat Paksa, Juru Sita pajak meninggalkan Surat Paksa dimaksud dan mencatatnya dalam Berita Acara bahwa Penanggung Pajak tidak mau menerima Surat Paksa, dan dianggap Surat paksa telah diberitahukan.
              Dalam hal terjadi keadaan diluar kekuasaan Pejabat atau sebab lain, Surat Paksa pengganti dapat diterbitkan oleh Pejabat karena jabatan. Surat Paksa Pengganti sebagaimana dimaksud mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan Surat Paksa. Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, dan Surat paksa yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.
              Pejabat dalm jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterima permohonan harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu sebagaimana yang dimaksud pejabat tidak memberi keputusan, permohonan Penanggung Pajak dianggap dikabulkan dan penagihan ditunda untuk sementara waktu. Pejabat karena jabatan dapat membentulkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, dan surat Paksa yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan. Tindakam pelaksanaan penagihan Pajak dilanjutkan setelah kesalahan atau kekeliruan dibetulkan oleh Pejabat.
              Pengajuan keberatan oleh Wajib Pajak tidak mengakibatkan penundaan pelaksanaan Surat Paksa. Sedangkan ketentuan penagihan Bea Masuk, Cukai, dan Pajak dalam Rangka Impor dengan Surat Paksa diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan tersendiri.
4.                  Penyitaan
Adalah tindakan yang dilakukan oleh jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyitaan dilakukan berdasarkan Surat perintah melaksanakan penyitaan jika Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak setelah lewat 2 x 24 jam setelah surat pajak diberitahukan. Dalam melaksanakan penyitaan, Juru Sita pajak harus:
1.      Memperlihatkan kartu tanda pengenal Juru Sita Pajak,
2.      Memperlihatkan Surat Peerintah Melaksanakan Penyitaan, dan
3.      Memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.
              Penyitaan dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua (dua) orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal oleh Juru Sita pajak, dan dapat dipercaya.
              Setiap penyitaan Juru Sita membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, ditandatangani oleh Juru Sita, Penanggung pajak, dan saksi.
Dalam hal Penanggung pajak adalah Badan, maka Berita Acara pelaksanaan sita dditandatangani oleh pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang,  penanggungjawab, pemilik modal, atau pegawai tetap perusahaan. Penyitaan dapat dilakukan meskipun Penanggung Pajak tidak hadir, asalkan ada salah satu saksi dari pemerintah daerah Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh Penanggung Pajak dan saksi-saksi. Berita Acara Pelaksanaan Sita tetap sah jika Penanggung Pajak menolak untuk menandatangani. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita  ditempelkan pada barang yang disita atau barang yang disita berada ditempat umum. Atas barang yang disita ditempal segel sita. Selain itu salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada:
1.      Penanggung Pajak,
2.      Polisi untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar,
3.      Badan Pertahanan Nasional, untuk tanah yang kepemilikannya sudah terdaftar,
4.      Pemerintah Daerah dan Pengadilan Negeri setempat, untuk tanah yang kepemilikannya belum terdaftar,
5.      Dirjen Perhubungan atau Laut, untuk kapal.
Pengajuan keberatan tidak menunda pelaksanaan sita.

Objek Sita
Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada ditempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau tempat lain termasuk yang penguasaannya berada ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:
1.      Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham atau surat berharga lainnya, piutang dan pernyataan modal pada perusahaan lain, dan/atau
2.      Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.
Penyitaan terhadap Penanggung Pajak Badan dapat dilakukan terhadap barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik ditempat kedudukan yang bersangkutan, ditempat tinggal mereka, maupun ditempat lain.
Penyitaa dilaksanakan sampai dengan nilai barang yang disita dipekirakan cukup oleh Juru Sita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
1.      Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan harga perhiasan yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita,
b.      Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita,
2.      Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Menghitung terlebih dahulu uang yang disita dan membuat rinciannya dalam suatu daftar yang merupakan Lampiran Berita Acara Pelaksanan Sita,
b.      Membuat Berita Acara Pelaksanan Sita,
c.       Menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan yang selanjutnya ditempel dengan segel sita dan kemudian menitipkannya kepada Penanggung Pajak atau menitipkannya pada Bank,
3.      Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank berupa deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakm dengan itu dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai dengan penyampaian Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan,
b.      Bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan pemblokiran dari pejabat dan membuat berita acara pemblokiran, serta menyampaikan salainannya kepada Pejabat dan Penanggung Pajak,
c.       Juru Sita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari bank memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberi kuasa pada bank agar memberikan saldo kekayaannya yang tersimpan pada bank tersebut kepada Juru Sita Pajak,
d.      Dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank, Pejabat meminta bank Indonesia melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank untuk memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank yang dimaksud.
e.       Setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui, Juru Sita Pajak melaksanakan penyitaan dan membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang bersangkutan,
f.       Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada bank setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
g.      Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran.
4.      Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham dan sejenisnya yang diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Pemblokiran Rekening Efek pada Kustodian dilakuakan berdasarkan permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat yang ditunjuknya kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dengan menyebutkan nama Pemegang Rekening atau Nomor Pemegang Rekening sebagai Penanggung Pajak, sebab dana alasan perlunya pemblokiran tersebut dilakukan,
b.      Berdasarkan permintaan Direktorat Jenderal Pajak atau Pejabat yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dapat menyampaikan perintah tertulis kepada kustodian untuk melakukan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung Pajak,
c.       Berdasarkan perintah tertulis dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal, Kustodian melakuakan pemblokiran,
d.      Dalam hal permintaan pemblokiran tersebut disertai dengan permintaan keterangan tentang Rekening Efek kepada Kustodian, maka permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak harus memuat nama Pejabat yang berwenang mendapat keterangan tersebut,
e.       Kustodian yang melakukan pemblokiran dan memberikan keterangan tentang Rekening Efek Pemegang Rekening membuat Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberitaan Keterangan,
f.       Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberitaan Keterangan tersebut disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak dan salinannya disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Pemegang Rekening sebagai Penanggung Pajak, selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah pemblokiran dan pemberian keterangan tersebut dilakukan,
g.      Juru Sita Pajak melaksanakan penyitaan atas Efek dan/atau dana dalam Rekening Efek pada Kustodian setelah menerima Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberitaan Keterangan,
h.      Juru Sita Pajak yang melakukan penyitaan harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Juru Sita Pajak, Penanggung Pajak, saksi-saksi,
i.        Dalam hal Penanggung Pajak tidak hadir, Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh Juru Sita Pajak dan Saksi-saksi,
j.        Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada Penanggung Pajak, dan salinannya disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Kustodian,
k.      Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung Pajak kepada Kustodian, setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak,
l.        Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap Rekening Efek Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang disita apabila utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan pemblokiran,
m.    Efek yang diperdagagkan di Bursa yang telah disita, di jual di bursa melalui perantara Pedagang Efek Anggota Bursa atau permintaan Pejabat.
5.      Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah, dan nilai nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara pelaksanaan Sita,
b.      Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan
c.       Membuat Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama dari Penanggung Pajak kepada  Pejabat.
6.      Penyitaan terhadap piutang dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis dan jumlah piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiaran Berita Acara Pelaksanaan Sita,
b.      Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita,
c.       Membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan kepada Penanggung Pajak dan Pihak yang berkewajiban membayar utang.
7.      Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang tidak ada surat sahamnya dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah penyertaan modal pada perusahaan lain dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita,
b.      Membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita,
c.       Membuat Akte Persetujuan Pengalihan Hak Penyertaan Modal pada perusahaan lain dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya kepada perusahaan tempat penyertaan modal.
Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh Kejaksaan atau Kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus pidana, baru dapat dilaksanakan setelah barang bukti tersebut dikembalikan kepada Penanggung pajak.
Barang yang telah disita dititipkan kepada Penangung Pajak kecuali apabila menurut pertimbangan Juru Sita barang sitaan tersebut perlu disimpan di kantor Pejabat atau di tempat lain. Dalam hal penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak, barang yang telah disita dititipkan kepada aparat Pemerintah Daerah Setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan sita. Tempat lain yang dapat digunakan sebagai tempat penitipan barang yang telah disita adalah Kantor Pegadaian, bank Kantor Pos, atau tempat lain yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Pengecualian Objek Sita
Barang Bergerak mili Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan adalah:
1.      Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannyayang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
2.      Pesediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah,
3.      Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat Dinas yang diperoleh dari negara.
4.      Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penaggung Pajak dan alat-alat yang diperlukan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan,
5.      Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah), atau
6.      Peralatan penyandang cacat yang diguanakan Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggunganya.
Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak, kecuali apabila menurut Juru Sita Pajak barang dimaksud perlu disimpan di kantor Pejabat atau di tempat lain.
Penyitaan Tambahan
Penyataan tambahan dapat dilaksanakan apabila:
1.      Nilai barang yang disita sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 14 ayat (1) nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, atau
2.      Hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.
Pencabutan Sita
Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan putusan pengadilan atau putusan pengadilan pajak atau ditetapkan lain dengan keputusan Menteri atau Keputusan Kepala Daerah.
Terhadap Barang Sitaan Penanggung Pajak Dilarang:
1.      Memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang disita,
2.      Membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak tanggungan untuk pelunasan utang tertentu,
3.      Membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau di agunkan untuk pelunasan utang tertentu, dan/atau
4.      Merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita atau segel sita yang telah ditempel pada barang sitaan.

5.      Hak Mendahului
Memberikan kesempatan kepada Negara (Direktur Jenderal Pajak) untuk mendapatkan pembagian lebih dahulu dari kreditor lain atas hasil pelelangan barang milik Penanggung Pajak. Hak mendahulu untuk tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
1.      Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh suatu hukuman untuk melelang suatu barang bergerak maupun barang tidak bergerak
2.      Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud, dan
3.      Biaya perkara yang semata-mata disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian atau warisan.

6.      Lelang
Apabila utang pajak dan/atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor Lelang. Pengecualian penjualan lelang dilakukan terhadap objek sita berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan barang sitaan cepat rusak atau busuk.
Prosedur Lelang
1.      Penjualan secara lelang terhadap barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang melalui media massa.
2.      Pengumuman lelang dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.
3.      Pengumuman lelang untuk barang bergerak dilakukan 1 (satu) kali dan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2 (dua) kali.
4.      Pengumuman lelang terhadap barang dengan nilai paling banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tidak harus diumumkan melalui media massa.
5.      Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita mengajukan permintaan lelang kepada Kantor Lelang sebelum lelang dilaksnakan.
6.      Pejabat atau yang mewakilinya menghadiri pelaksanaan lelang untuk menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang dan menandatangani asli Risalah Lelang.
7.      Pejabat dan Juru Sita Pajak tidak diperbolehkan membeli barang sitaan yang dilelang. Larangan ini berlaku juga kepada istri, keluarga sedarah, dan semenda dalam keturunan garis lurus, serta anak angkat.
8.      Pejabat dan Juru Sita pajak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam nomor 7 dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
9.      Perubahan besarnya nilai barang yang tidak harus diumumkan melalui media massa.
Pelaksanaan lelang
1.      Lelang tetap dapat dilaksanakan walaupun keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak belum memperoleh keputusan keberatan.
2.  Lelang tetap apat dilaksanakan tanpa dihadiri oleh Penanggung Pajak.
3.      Lelang tidak dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, atau berdasarka keputusan pengadilan, atau putusan badan peradilan pajak, atau objek lelang musnah.
Hasil Lelang
1.      Hasil lelang dipergunakan dahulu untuk biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak.
2.      Dalam hal penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% (satu persen) dari pokok lelang.
3.      Dalam hal hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk melunasi biaya penaguhan pajak dan utang pajak, pelaksanaan lelang dihentikan walaupun barang yang akan dilelang masih ada.
4.      Sisa barang dan kelebihan  uang hasil lelang dikembalikan oleh pejabat kepada Penaggung Pajak setelah pelaksanaan lelang.
5.      Hak Penanggung Pajak atas barang yang telah dilelang berpindah kepada pembeli dan kepadanya diberikan risalah Lelang yang merupakan bukti otentik sebagai dasar pendaftaran dan pengalihan hak.
Penanggung Pajak dapat melunasi utang pajak dan biaya yang timbul dalam rangka penagihan pajak selama barang yang telah disita belum dijual, digunakan, atau dipindahbukukan.
1.      Besarnya Biaya Penagihan Pajak adalah Rp 50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) untuk setiap pemberitahuan Surat Paksa dan Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan penyitaan.
2.      Besarnya tambahan biaya penagihan pajak yang dibayar oleh Penanggung Pajak dalam hal barang yang telah disita:
a.       Secara lelang, adlah 1% (satu persen) dari pokok lelang.
b.      Tidak secara lelang, adalah 1% (satu persen) dari hasil penjualan.
3.      Biaya Penagihan Pajak dan tambahan Biaya Penagihan Pajak merupakan penerimaan Negara Bukan Pajak.
4.      Tata cara pengelolaan dan penggunaan Biaya Penagihan Pajak dan tambahan Biaya Penagihan Pajak diatur dengan keputusan Menteri Keuangan.
7.                  Pencegahan
Adalah larangan sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alsan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Pencegahan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
2.      Pencegahan dilakukan berdasarkan keputusan pencegahan yang diterbitkan oleh Menteri atas permintaan Pejabat atau atasan Pejabat yang bersangkutan.
3.      Keputusan pencegahan memuat sekurang-kurangnya:
a.       Identitas Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan.
b.      Alasan untuk melakukan pencegahan, dan
c.       Jangka waktu pencegahan, paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang paling lama 6 (enam) bulan.
4.      Keputusan pencegahan disampaikan kepada Penanggung Pajak yang dikenakan pencegahan, Menteri Kehakiman, Pejabat yang melakukan pencegahan, atasan pejabat yang bersangkutan, dan Kepala Daerah Setempat.
5.      Pencegahan dapat dilaksanakan terhadap beberapa orang sebagai Penanggung Pajak Wajib Pajak badan atau ahli waris.
6.      Pencegahan terhadap Penanggumg Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak

8.                  Penyanderaaan
Adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkan di tempat tertentu.
1.      Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang tidak melunasi utang pajak setelah lewat jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak.
2.      Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap Penanggung Pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya sebasar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
3.      Penyanderaan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Pejabat setelah mendapat izin tertulis dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.
4.      Permohonan izin penyanderaan diajukan oleh Pejabat atau atasan Pejabat kepada Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat atau kepada Gubernur untuk penagihan pajak daerah.
5.      Permohonan izin Penyanderaan memuat sekurang-kurangnya:
a.    Identitas Penanggung Pajak yang akan disandera,
b.    Jumlah utang pajak yang belum dilunasi,
c.     Tindakan penagihan pajak yang telah dilaksanakan, dan
d.   Uraian tentang adanya petunjuk bahwa Penanggung Pajak diragukan itikad baik dalam pelunasan utang pajak.
6.      Masa penyanderaan paling lama 6 (enam) bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya 6 (enam) bulan.
7.      Surat Perintah Penyanderaan sekurang-kurangnya memuat:
a.    Identitas Penanggung Pajak,
b.    Alasan penyanderaan,
c.    Izin penyanderaan,
d.   Lamanya penyanderaan, dan
e.    Tempat penyanderaan.
8.      Penanggung Pajak yang disandera ditempatkan di tempat tertentu sebagai tempat penyanderaan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
a.    Tertutup dan terasing dari masyarakat,
b.    Mempunyai fasilitas terbatas, dan
c.    Mempunyai system pengamanan dan pengawasan yang memadai.
9.      Sebelum tempat penyanderaan dibentuk, Penanggung Pajak yang disandera dititipkan di rumah tahanan negara dan di pisah dari tahanan lain.
10.  Penyanderaan tidak boleh dilaksanakan dalam hal Penanggung Pajak sedang beribadah, atau sedang mengikuti sidang resmi, atau sedang megikuti pemilihan umum.
11.  Juru Sita Pajak harus menyampaikan Surat Penyanderaan langsung kepada Penanggung Pajak dan salinannya disampaikan kepada kepala tempat penyanderaan.
12.  Dalam hal Penanggung Pajak yang akan disandera tidak dapat ditemukan, Juru Sita Pajak melalui Pejabat atau atasan Pejabat dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan untuk menghadirkan Penanggung Pajak yang tidak dapat ditemukan tersebut.
13.  Penyanderaan mulai dapat dilaksanakan pada saat Surat Perintah Penyanderaan ditrima oleh Penanggung Pajak yang bersangkutan.
14.  Penyanderaan dilaksanakan oleh Juru Sita Pajak disaksikan 2 (dua) orang penduduk Indonesia yang dewasa, dikenal oleh Juru Sita Paja dan dapat dipercaya.
15.  Dalam melaksanakan penyanderaan Juru Sita Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian atau Kejaksaan.
16.  Juru Sita Pajak membuat Berita Acara Penyanderaan pada saat Penanggung Pajak ditempatkan di tempat penyanderaan, dan Beriata Acara Penyanderaan ditandatangani oleh Juru Sita Pajak, kepala tempat penyanderaan, dan saksi-saksi.
17.  Berita Acara Penyanderaan paling sedikit memuat:
a.    Nomor dan tanggal Surat Perintah Penyanderaan,
b.    Izin tertulis Menteri Keuangan atau Gubernur,
c.    Identitas Juru Sita Pajak,
d.   Identitas Penaggung Pajak yang disandera,
e.    Tempat penyanderaan,
f.     Lamanya penyanderaan, dan
g.    Identitas saksi penyanderaan.
18.  Salinan Berita Acara Penyanderaan disampaikan kepada kepala tempat penyaderaan, Penanggung Pajak yang disandera, dan Bupati atau Walikota,
19.  Penanggung Pajak yang disandera dilepas:
a.    Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas,
b.    Apabila jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan itu telah terpenuhi,
c.    Berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, atau
d.   Berdasarkan pertimbangan tertentu dari Menteri atau Gubernur Kepala Daerah Propinsi.
Sebelum Penanggung pajak dilepas, Pejabat segera memberitahukan secara tertulis kepada kepala tempat penyanderaan sebagaimana tercntum dalam Surat Perintah Penyanderaan.
Penyanderaan terhadap Penanggung Pajak tidak mengakibatkan hapusnya utang pajak dan terhentinya pelaksanaan penagihan pajak.
9.                  Gugatan
Adalah suatu upaya  hukum terhadap pelaksanaan penagihan pajak dan kepemilikan barang sebagaimana diatur dlam perturan perundang-undangan.
1.      Gugatan Penanggung pajak terhadap pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Pajak.
2.      Dalam hal gugatan Penanggung Pajak dikabulkan, Penanggung Pajak dapat memohon pemulihan nama baik dan ganti rugi kepada Pejabat.
3.      Besarnya ganti rugi paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).
4.      Perubahan besarnya ganti rugi ditetapkan dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Kepala daerah.
5.      Gugatan Penanggung pajak diajukan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau pengumuma lelang dilaksanakan.
Sanggahan
1.      Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri.
2.      Pengadilan Negeri yang menerima Surat Sanggahan memberitahukan secara tertulis kepada Pejabat.
3.      Pejabat menangguhkan pelaksanaan penagihan pajak hanya terhadap barang yang disanggah kepemilikannya sejak menerima pemberitahuan.
4.      Sanggahan pihak ketiga terhadap kepemilikan barang yang disita tidak dapat diajukan setelah lelang dilaksanakan.
Pembetulan atau Penggantian
1.      Penanggung Pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan atau penggantian kepada Pejabat terhadap Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat Lain yang sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang dan Surat Penentuan Harga Limit yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.
2.      Pejabat dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal diterima permohonan harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan.
3.      Apabila dalam jangka waktu yang sudah ditetapkan Pejabat tidak memberikan keputusan, permohonan Penanggung Pajak dianggap dikabulkan dan penagihan ditunda untuk sementara waktu.
4.      Pejabat karena jabatan dapat membetulkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau Surat lain yang sejenis, Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Perintah Penyanderaan, Pengumuman Lelang, dan Surat Penentuan Harga Limit yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan atau kekeliruan.
5.      Tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilanjutkan setelah kesalahan atau kekeliruan dibetulkan oleh Pejabat.
6.      Dalam hal permohonan ditolak, tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilanjutkan sesuai jangka waktu semula.
Lain-lain
1.      Apabila setelah pelaksanaan lelang Wajib pajak memperoleh keputusan keberatan atau putusan banding yang mengakibatkan utang pajak menjadi berkurang atau nihil sehingga menimbulkan kelebihan pembayaran pajak dalam bentuk uang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.      Penaagihan pajak tidak dilaksanakan apabila telah daluwarsa sebagaimana diatur dalam undang-undang dan peraturan daerah.
3.      Pengajuan keberatan atau permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan melaksanakan penagihan pajak.
4.      Pengajuan gugatan tidak menunda pelaksanaan penagihan pajak.
Ketentuan pidana
1.      Penanggung Pajak yang memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan, menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun, dan denda paling seedikit Rp 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 12.000.000 (dua belas juta rupiah).
2.      Apabila pihak-pihak yang diberi tugas untuk mengalihkan atau menjual barang sitaan (sesuai Undang-Undang PPSP Pasal 25 ayat (3) huruf b,c,d,e) tidak melaksanakan kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) minggu dan paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
3.      Setiap orang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh Juru Sita Pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) minggu dan paling lama 4 (empat) bulan 2 (dua) minggu dan denda paling sedikit Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Daluwarsa Tindakan Penagihan Pajak
Berdasarkan Pasal 22 UU KUP, hak untuk melakukan penagihan Pajak, termasuk bunga, denda, kenaikan, dan biaya penagihan, daluwarsa setelah lampau watu 5 (lima) tahun terhitung sejak terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak yang bersangkutan.
Penagihan Pajak dapat dilakukan setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun apabila:
1.      Diterbitkan Surat Teguran atau Surat paksa,
2.      Daluwarsa dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.
3.      Adanya pengakuan utang dan Wajib Pajak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Hal ini bisa terjadi apabila:
a.       Adanya permohonan angsuran atau penundaan pembayaran uatang pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Untuk ini daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak diterima.
b.      Adanya permohonan keberatan. Untuk ini daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal surat permohonan keberatan diterima.
Wajib Pajak melaksanakan pembayaran sebagai utang pajaknya. Untuk itu daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal pembayaran sebagian utang pajak tersebut.





0 komentar:

Posting Komentar

 
STANers © 2013. All Rights Reserved. Powered by Blogger
Top
Blogger Widgets